Tidak otomatis dari penampilan semata seseorang bisa dituduh teroris.
Setelah peristiwa pengeboman Mega Kuningan 17 Juli 2009, polisi mulai melancarkan operasi penangkapan terhadap orang-orang yang diduga teroris. Seperti kemarin baru saja kita saksikan penyergapan di Jatiasih dan Temanggung yang dilakukan oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Polri. Dalam penyergapan tersebut diduga bahwa kepolisian telah berhasil menewaskan pelaku teroris nomor satu di negeri ini yaitu Noordin M Top, yang berkewanegaraan Malaysia. Di samping itu, kita lihat di beberapa tempat polisi juga melakukan raziah dengan tujuan untuk mencari orang-orang yang diduga teroris.
Namun bukanlah peristiwa ini yang kami sayangkan. Yang kami risaukan adalah tanggapan masyarakat saat ini mengenai orang-orang yang berpenampilan sama dengan pelaku-pelaku pengeboman. Sejak masa Amrozi dan Ali Imron dulu, sebagian orang memiliki anggapan bahwa orang-orang yang berjenggot dan memakai celana di atas mata kaki adalah orang-orang yang sekelompok dengan Noordin cs. Atau istri-istri mereka yang mengenakan cadar dituduh sebagai istri para teroris.
Oleh karena itu, dalam tulisan yang singkat ini, kami ingin sekali memberikan penjelasan kepada kaum muslimin bahwa tidak setiap orang yang berpenampilan sama itu memiliki kesamaan dalam tingkah laku. Jadi, belum tentu orang yang berpenampilan dengan celana di atas mata kaki atau berjenggot adalah teroris atau temannya teroris atau sekomplotan dengan teroris. Tidak otomatis dari penampilan semata seseorang bisa dituduh teroris.
Semoga setiap muslim yang membaca artikel ini mendapatkan pencerahan dan mendapatkan taufik dari Allah Ta’ala.
Mengenai Penutup Wajah (Cadar)
Perlu diketahui bahwasanya menutup wajah itu memiliki dasar dari ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terlepas apakah menutup wajah merupakan suatu yang wajib ataukah mustahab (dianjurkan). Kita dapat melihat dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada para wanita, “Wanita yang berihrom itu tidak boleh mengenakan niqob maupun kaos tangan.” (HR. Bukhari, An Nasa’i, Al Baihaqi, Ahmad dari Ibnu Umar secara marfu’ –yaitu sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-). Niqob adalah kain penutup wajah mulai dari hidung atau dari bawah lekuk mata ke bawah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah ketika menafsirkan surat An Nur ayat 59 berkata, ”Ini menunjukkan bahwa cadar dan kaos tangan biasa dipakai oleh wanita-wanita yang tidak sedang berihrom. Hal itu menunjukkan bahwa mereka itu menutup wajah dan kedua tangan mereka.”
Sebagai bukti lainnya juga, dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa Ummahatul Mukminin (Ibunda orang mukmin yaitu istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) biasa menutup wajah-wajah mereka. Di antara riwayat tersebut adalah : Dari Abdullah bin ‘Umar, beliau berkata, ”Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperlihatkan Shofiyah kepada para shahabiyah, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Aisyah mengenakan cadar di kerumunan para wanita. Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahui kalau itu adalah Aisyah dari cadarnya.” (HR. Ibnu Sa’ad)
Jadi, lihatlah bahwa para istri Nabi juga para sahabat sudah terbiasa menggunakan penutup wajah. Mungkin kaum muslimin saat ini saja yang merasa asing dan aneh dengan penampilan semacam itu.
Mengenai Jenggot
Dari Anas bin Malik –pembantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengatakan, ”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah laki-laki yang berperawakan terlalu tinggi dan tidak juga pendek. Kulitnya tidaklah putih sekali dan tidak juga coklat. Rambutnya tidak keriting dan tidak lurus. Allah mengutus beliau sebagai Rasul di saat beliau berumur 40 tahun, lalu tinggal di Makkah selama 10 tahun. Kemudian tinggal di Madinah selama 10 tahun pula, lalu wafat di penghujung tahun enam puluhan. Di kepala serta jenggotnya hanya terdapat 20 helai rambut yang sudah putih.” (Lihat Mukhtashor Syama’il Muhammadiyyah, Muhammad Nashirudin Al Albani, hal. 13, Al Maktabah Al Islamiyyah Aman-Yordan. Beliau katakan hadits ini shohih)
Lihatlah saudaraku, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam riwayat di atas dengan sangat jelas terlihat memiliki jenggot. Lalu pantaskah beliau dikatakan sebagai biang kerok berbagai bom terror sebagaimana yang dikatakan pada Noordin M Top dan Amrozi?! Semoga lidah dan lisan kita tidak mengeluarkan perkataaan semacam ini.
Mengenai Celana Di Atas Mata Kaki
Celana di atas mata kaki juga termasuk ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini dikhususkan bagi laki-laki, sedangkan wanita diperintahkan untuk menutup telapak kakinya.
Dari Al Asy’ats bin Sulaim, ia berkata: Saya pernah mendengar bibi saya menceritakan dari pamannya yang berkata, “Ketika saya sedang berjalan di kota Al Madinah, tiba-tiba seorang laki-laki di belakangku berkata, ’Angkat kainmu, karena itu akan lebih bersih.’ Ternyata orang yang berbicara itu adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku berkata, ”Sesungguhnya yang kukenakan ini tak lebih hanyalah burdah yang bergaris-garis hitam dan putih”. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah engkau tidak menjadikan aku sebagai teladan?” Aku melihat kain sarung beliau, ternyata ujung bawahnya di pertengahan kedua betisnya.” (Lihat Mukhtashor Syama’il Muhammadiyyah, hal. 69, Al Maktabah Al Islamiyyah Aman-Yordan. Beliau katakan hadits ini shohih)
Dari penjelasan yang dipaparkan di atas, kami rasa sudah cukup jelas bahwa penampilan berjenggot, bercadar bagi muslimah dan berpenampilan dengan celana di atas mata kaki adalah termasuk ajaran Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu pantaskah orang yang mengikuti ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dikatakan teroris atau biang kerok pengeboman atau dikatakan komplotannya Noordin M Top? Atau pantaskah pula dikatakan kepada orang yang memakai cadar dengan panggilan ‘ninja’ atau istri teroris; atau kepada orang yang celananya cingkrang (di atas mata kaki) dengan sebutan ‘celana kebanjiran’; atau orang yang berjenggot disebut ‘kambing’? Padahal di sana, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpenampilan berjenggot dan celananya di atas mata kaki. Begitu pula istri-istri beliau adalah istri-istri yang menutup wajah mereka dengan cadar.
Perhatikanlah suadaraku, sesungguhnya karena lisan seseorang bisa terjerumus dalam jurang kebinasaan. Hendaklah seseorang berpikir dulu sebelum berbicara. Siapa tahu karena lisannya, dia akan dilempar ke neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya ada seorang hamba yang berbicara dengan suatu perkataan yang tidak dipikirkan bahayanya terlebih dahulu, sehingga membuatnya dilempar ke neraka dengan jarak yang lebih jauh dari pada jarak antara timur dan barat.” (HR. Muslim no.7673)
Janganlah Mengolok-olok Orang yang Mengikuti Ajaran Nabi
Tidak diragukan lagi bahwa mengolok-olok Allah, Rasul-Nya, ayat-ayat-Nya dan syari’at-Nya termasuk dalam kekafiran sebagaimana Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), ”Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?" Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu telah kafir sesudah beriman.” (QS. At-Taubah [9] : 65-66).
Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah, seorang ulama besar dan faqih di Saudi Arabia pernah ditanyakan, ”Apakah termasuk dalam dua ayat yang disebutkan sebelumnya (yaitu surat At Taubah ayat 65-66, pen) bagi orang-orang yang mengejek dan mengolok-olok orang yang memelihara jenggot dan yang komitmen dengan agama ini?”
Beliau rahimahullah menjawab, ”Mereka yang mengejek orang yang komitmen dengan agama Allah dan yang menunaikan perintah-Nya, jika mereka mengejek ajaran agama yang mereka laksanakan, maka ini termasuk mengolok-olok mereka dan mengolok-olok syari’at (ajaran) Islam. Dan mengolok-olok syari’at ini termasuk kekafiran.
Adapun jika mereka mengolok-olok orangnya secara langsung (tanpa melihat pada ajaran agama yang dilakukannya baik itu pakaian atau jenggot), maka semacam ini tidaklah kafir. Karena seseorang bisa saja mengolok-olok orang tersebut atau perbuatannya. Namun setiap orang seharusnya berhati-hati, jangan sampai dia mengolok-olok para ulama atau orang-orang yang komitmen dengan Kitabullah dan Sunnah (petunjuk) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Lihat Fatawal Aqidah wa Arkanil Islam, Darul ‘Aqidah, hal. 120)
Kisah-Kisah Orang Yang Meremehkan Ajaran Nabi
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. An Nur [24] : 63)
Berikut kami akan membawakan dua kisah tentang orang yang meremehkan atau tidak mau mengindahkan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan akibat yang mereka peroleh di dunia. Kisah pertama kami bawakan dari Sunan Ad Darimi pada Bab ‘Disegerakannya hukuman di dunia bagi orang yang meremehkan perkataan Nabi dan tidak mengagungkannya’.
Abdurrahman bin Harmalah mengatakan, ”Seorang laki-laki datang menemui Sa’id bin Al Musayyib untuk menitipkan sesuatu karena mau berangkat haji dan umroh. Lalu Sa’id mengatakan kepadanya, ”Janganlah pergi, hendaklah kamu shalat terlebih dahulu karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah keluar dari masjid setelah adzan kecuali orang munafik atau orang yang ada keperluan dan ingin kembali lagi ke masjid.”
Lalu orang ini mengatakan,”(Tetapi) teman-temanku sedang menunggu di Al Harroh.” Lalu dia keluar (dari masjid). Belum lagi Sa’id menyayangkan kepergiannya, tiba-tiba dikabarkan orang ini telah jatuh dari kendaraanya sehingga pahanya patah.” [Husain Salim Asad mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan]
Kisah kedua diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab shohihnya. Dari Ikrimah bin ‘Ammar, (beliau berkata) Iyas bin Salamah bin Al Akwa’ telah berkata bahwa ayahnya mengatakan kepadanya (yaitu) ada seorang laki-laki makan dengan tangan kirinya di dekat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ”Makanlah dengan tangan kananmu.” Lalu dia mengatakan, ”Aku tidak mampu.” Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ”Engkau memang tidak akan mampu”. Tidak ada yang menghalanginya untuk mentaati Nabi kecuali rasa sombong. Akhirnya, dia tidak bisa lagi mengangkat tangan kanannya ke mulut. (HR. Muslim no. 5387)
Perlu kami tegaskan sekali lagi, tulisan ini bukanlah dimaksudkan untuk mendukung aksi-aksi terror dan pengeboman. Bahkan perlu diketahui bahwa kami termasuk yang menentang aksi-aksi semacam itu sebagaimana yang pernah kami ungkapkan dalam beberapa tulisan kami yang lalu.
Juga bagi kaum muslimin yang memang belum bisa menunaikan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara sempurna seperti berpenampilan berjenggot dan celana di atas mata kaki, kami naseharkan agar jangan sampai mencela orang-orang yang ingin mengikuti ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kalau memang belum sanggup atau merasa berat, cukuplah lisan-lisan kalian diam dan tidak turut mencela. Karena penampilan seperti ini jelas-jelas adalah ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga tidak pantas dicemooh dan dicela. Adapun mengenai hukum jenggot dan celana di atas mata kaki, bukanlah di sini tempatnya. Kami memiliki pembahasan tersendiri mengenai hal ini.
Semoga Allah memberi taufik dan hidayah bagi setiap muslim yang membaca tulisan ini. Semoga kita menjadi orang-orang yang selalu mengagungkan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjaga lisan dari perkataan yang sia-sia. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
***
Disusun pada pagi hari, 18 Sya’ban 1430 H, di Panggang Gunung Kidul
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel http://rumaysho.com
0 komentar:
Posting Komentar