Pada kesempatan ceramah ini, insya Allah kita akan membahas tentang sebuah perkara yang urgen yang banyak menjadi sebuah problem bagi para penuntut ilmu syar’i. Yaitu tentang bagaimana seorang tholibul ‘ilmi mampu mensinkronkan antara tholabul ‘ilmi dengan kesibukan-kesibukan dan aktivitas-aktivitas yang lain seperti bekerja. Pada kesempatan kali ini kami ingin memberikan beberapa trik dan nasehat bagaimana seorang muslim mampu untuk menggabungkan antara mencari ilmu dan kesibukan-kesibukan yang lain.
Nasehat Yang Pertama:
Adanya kesibukan bukan berarti alasan untuk meninggalkan tholabul ‘ilmi.
Betapa banyak seorang yang mereka mencintai tholabul ‘ilmi namun banyak meremehkan tentang perkara tersebut, ketika ia ditanya kenapa ia kurang dalam mencari ilmu, maka ia akan menjawab kepadamu, ‘bagaimana mungkin saya mampu untuk mencari ilmu sementara saya sibuk bekerja’, maka ini tidak diragukan lagi adalah pikiran yang salah, sejatinya kesibukan dengan profesi duniawi bukan berarti ia harus meninggalkan tholabul ‘ilmi. Marilah kita bersama mengambil pelajaran dan tauladan dari para shahabat Nabi shallallahu’alaihi wasallam dan juga para imam yang mengikuti mereka dengan baik diatas petunjuk. Lihatlah sosok Abu Bakr As-Siddiq radhiyallahu’anhu beliau adalah seorang pedagang yang tersohor dan diwaktu yang sama beliau adalah orang yang paling dekat dengan Nabi shallallahu’alaihi wasallam, barang perniagaan yang ia miliki tidaklah melalaikannya dari agamanya. Demikian juga sosok Utsman bin ‘Affan radhiyallahu’anhu beliau adalah pedagang yang kaya raya, demikian juga Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu’anhu, dan juga sederetan para shahabat yang lain. Engkau akan dapati pada diri shahabat bahwa mereka memiliki trik dan metode yang jitu dalam mensinkronkan antara mencari ilmu dan menjalankan profesi duniawinya. Ambil contoh disini adalah apa yang dituturkan oleh Umar bin Khattab radhiyallahu’anhu, “Dahulu aku dan tetanggaku dari Anshar, kami saling bergantian dalam menghadiri majelis Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, adakalanya satu hari dia yang turun kemudian satu hari berikutnya aku yang turun, apabila aku yang turun maka sekembalinya aku dari majelis tersebut aku menceritakan kepada tetanggaku tentang wahyu yang turun atau hal yang lainnya pada hari tersebut, apabila yang turun tetanggaku maka ia pun melakukan seperti apa yang aku lakuakan. Maksudnya disini, Umar selama satu hari disibukkan dengan berdagang dan pekerjaan duniawi kemudian tetangganya pada hari tersebut turun untuk menghadiri majelis ilmu Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, kemudian pada hari berikutnya giliran Umarlah yang mencari ilmu sedangkan tetangganya orang Anshar dia berdagang dan melakukan pekerjaan duniawinya.